Wawancara
Irham Nur Anshari (INA) dengan Saiful Bachri (SB)
INA :
Karyamu itu kan berbicara soal
komposisi dalam minuman kemasan, kira-kira apa problema awal yang mendorong
memilih masalah komposisi ini?
SB :
Kesehatan., yang berawal dari
kebiasaanku dan mungkin orang-orang pada umumnya yang gemar memimun kopi dalam
kemasan (instan), tetapi kurang begitu tahu apa yang sebenarnya ku minum.
INA : Jadi mana yang lebih problematik: komposisi zat-zat di
dalam minuman instan atau cara tiap produksi menerangkan kepada konsumen zat
apa yang mereka konsumsi?
SB : Yang kedua, cara menerangkan produsen
kepada konsumen, penyampaian tentang apa yang sebenarnya terkandung dalam suatu
produk industri (minuman kemasan ) amat minim, ya mungkin memang ada dilema
tersendiri, mengingat kepentingan mereka (produsen) juga menyangkut laba. Tapi
kurasa, perihal produk berkandungan bahan kimia, tidak saja minuman, bahkan
obat, amat minim wacana informasi mengenai sebab akibat dari sebuah zat, Itu
juga kujumpai pada industri farmasi (obat).
INA : Kalau di karyamu itu kan keliatan misal ada yang tertulis
mengandung beta karoten cl75130, sedetail itu. Sementara yang lain cuma gula,
kopi instan, krimer nabati. Separah itu ya informasinya? Tergantung pabrik atau
bagaimana?
SB : Tiap produsen punya cara tersendiri
ternyata dalam memberi tahu kandungan komposisi nya. ada yang detil, dengan
bahan yang kurang lebih sama, pada beberapa varian produk, pada satu pemegang
merk. Tapi ada pula yang mencantumkan informasi umum. Ketika membaca komposisi
tiap-tiap merk, terpikir juga sebenarnya ada nggak ya aturan standar dari Badan
POM misalnya, mengenai tata aturan dalam memberikan keterangan komposisi pada
kemasan minuman? mungkin jikalau dari segi komposisi memang dinilai POM tidak
masalah, atau dapat dikonsumsi, pertanyaan ku malah berlanjut papa persoalan intensitas.
Bagaimana jika kandungan tertentu pada suatu minuman dikonsumsi secara rutin
pada jangka waktu tertentu. karena rata-rata produsen juga akan terus menambah
jumlah produksi jika untuk meraup untung, jika begitu. tentu kemungkinan untuk
konsumsi secara terus menerus sangat terbuka.
INA : Apa di kemasan tidak diberi keterangan ukuran/persen zat-zat tersebut? Misal berapa besar kandungan
gula dalam sebuah kopi? Terus jenis kopinya juga banyak yang hanya tertulis
kopi instan, nggak ada keterangan jenis kopi apa?
SB : Kalau gula nggak ada, yang ada
kandungan kopi 8 atau 10 %, selebihnya keterangan umum semisal krimer, gula.
Tapi untuk kandungan pemanis ada beberapa merk menyantumkan detail sesuai
keterangan nama kimianya. Ditemui juga beberapa merk yang detail menyantumkan
kandungannya, ternyata tercantum kandungan gula, ditambah pemanis buatan. Jadi
sebenarnya tiap sachet sudah tinggi kandungan gulanya, jika ditambah gula lagi,
tentu kadar gulanya jadi meningkat. kalo keterangan jenis kopi rata-rata tidak
ada keterangan khusus, kecuali satu atau dua merk mencantumkan kopi robusta.
INA : Sebenarnya sejauh apa ya produsen melihat isu ini penting
untuk dipahami konsumen? Toh pada prakteknya sehari-hari sebagai konsumen, kita
juga jarang kan mengecek komposisi itu waktu minum.
SB : Aku kurang tahu pasti, tapi sejauh yang
ku tahu, jarang ada pembicaraan atau wacana tentang kandungan dalam komposisi
minuman kopi instan. mungkin juga karena akibatnya tidak ditengarai secara
langsung, tapi dalam waktu yang lama.Orang-orang farmasi dan kedokteran mungkin
perlu berbagi pengetahuan. Tapi semacam kayak begini sama aja dengan rokok sih,
baru berasa ketika mengalami gangguan kesehatan.
INA : Kalau kita bicara soal peralihan budaya konsumsi minuman,
apa bisa dibilang terbentuk budaya untuk tidak peduli minuman apa yang ditelan,
tapi cuma peduli minuman apa yang terasa di lidah. Misal orang yang minum
capucino itu mungkin nggak karena ngerasa enak di lidah.
SB : Bisa juga, tapi yang terasa enak
ternyata juga tidak apa-apa jika diminum, ditambah citraan iklan yang membikin
menarik perhatian. Sederhanaya orang akan berhenti mengonsumsi jika tubuhnya
sudah menandai gejala menolak kandungan tertentu. Pengetahuan informasi saja
rasanya tidak cukup untuk mengubah kebiasaan seseorang yang sudah terlanjur
candu. Jikalau sudah begini, balik ke tiap orangnya saja setidaknya bagaimana
dia menyiasati keseimbangan kandungan minuman instan dalam tubuhnya, misal
banyak-banyak minum air putih untuk menetralkan.
INA : Sekarang beralih ke masalah modus berkarya. Bisa
diceritakan bagaimana prosesmu terhadap minuman-minuman sachet itu sampai jadi
karya?
SB : Pilihan modus berkarya nya karena aku
pengen ketika karyanya jadi, itu bisa sedikit banyak membantuku untuk
mengurangi minum kopi instan, atau setidak-tidaknya mengingatkan lah, maka
terpikir untuk mengemas ulang kopi instan dengan menonjolkan isi kandungan
komposisinya.
INA :
Cara berkarya seperti itu apa lebih
efektif dibanding misalnya menuagkan gagasan yang sama lewat drawing?
SB :
Menurutku iya, karena dengan begitu,
setidaknya aku jadi membaca komposisinya beragam merk kopi instan, dan tahu
warna kopi aslinya karena dikemas dengan plastik bening. Kalau dibuat drawing,
pikiranku tentu juga terfokus pada aspek teknis bentuk dan keindahannya, kalo
begini aku tak terlalu memikirkan bentuk, yang penting aku tahu oh ini toh isi
kandungannya.
SAIFUL BACHRI, pedagang kaos keliling, penyuka roti yang suka menggambar di kala luang, aktif di User UGM.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
SAIFUL BACHRI, pedagang kaos keliling, penyuka roti yang suka menggambar di kala luang, aktif di User UGM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar