Senin, 29 September 2014

Komposisi Kopi







Wawancara Irham Nur Anshari (INA) dengan Saiful Bachri (SB)

INA     : Karyamu itu kan berbicara soal komposisi dalam minuman kemasan, kira-kira apa problema awal yang mendorong memilih masalah komposisi ini?
SB       : Kesehatan., yang berawal dari kebiasaanku dan mungkin orang-orang pada umumnya yang gemar memimun kopi dalam kemasan (instan), tetapi kurang begitu tahu apa yang sebenarnya ku minum. 
INA     : Jadi mana yang lebih problematik: komposisi zat-zat di dalam minuman instan atau cara tiap produksi menerangkan kepada konsumen zat apa yang mereka konsumsi?
SB       : Yang kedua, cara menerangkan produsen kepada konsumen, penyampaian tentang apa yang sebenarnya terkandung dalam suatu produk industri (minuman kemasan ) amat minim, ya mungkin memang ada dilema tersendiri, mengingat kepentingan mereka (produsen) juga menyangkut laba. Tapi kurasa, perihal produk berkandungan bahan kimia, tidak saja minuman, bahkan obat, amat minim wacana informasi mengenai sebab akibat dari sebuah zat, Itu juga kujumpai pada industri farmasi (obat).
INA     : Kalau di karyamu itu kan keliatan misal ada yang tertulis mengandung beta karoten cl75130, sedetail itu. Sementara yang lain cuma gula, kopi instan, krimer nabati. Separah itu ya informasinya? Tergantung pabrik atau bagaimana?
SB       : Tiap produsen punya cara tersendiri ternyata dalam memberi tahu kandungan komposisi nya. ada yang detil, dengan bahan yang kurang lebih sama, pada beberapa varian produk, pada satu pemegang merk. Tapi ada pula yang mencantumkan informasi umum. Ketika membaca komposisi tiap-tiap merk, terpikir juga sebenarnya ada nggak ya aturan standar dari Badan POM misalnya, mengenai tata aturan dalam memberikan keterangan komposisi pada kemasan minuman? mungkin jikalau dari segi komposisi memang dinilai POM tidak masalah, atau dapat dikonsumsi, pertanyaan ku malah berlanjut papa persoalan intensitas. Bagaimana jika kandungan tertentu pada suatu minuman dikonsumsi secara rutin pada jangka waktu tertentu. karena rata-rata produsen juga akan terus menambah jumlah produksi jika untuk meraup untung, jika begitu. tentu kemungkinan untuk konsumsi secara terus menerus sangat terbuka.
INA     : Apa di kemasan tidak diberi keterangan ukuran/persen  zat-zat tersebut? Misal berapa besar kandungan gula dalam sebuah kopi? Terus jenis kopinya juga banyak yang hanya tertulis kopi instan, nggak ada keterangan jenis kopi apa?
SB       : Kalau gula nggak ada, yang ada kandungan kopi 8 atau 10 %, selebihnya keterangan umum semisal krimer, gula. Tapi untuk kandungan pemanis ada beberapa merk menyantumkan detail sesuai keterangan nama kimianya. Ditemui juga beberapa merk yang detail menyantumkan kandungannya, ternyata tercantum kandungan gula, ditambah pemanis buatan. Jadi sebenarnya tiap sachet sudah tinggi kandungan gulanya, jika ditambah gula lagi, tentu kadar gulanya jadi meningkat. kalo keterangan jenis kopi rata-rata tidak ada keterangan khusus, kecuali satu atau dua merk mencantumkan kopi robusta.
INA     : Sebenarnya sejauh apa ya produsen melihat isu ini penting untuk dipahami konsumen? Toh pada prakteknya sehari-hari sebagai konsumen, kita juga jarang kan mengecek komposisi itu waktu minum.
SB       : Aku kurang tahu pasti, tapi sejauh yang ku tahu, jarang ada pembicaraan atau wacana tentang kandungan dalam komposisi minuman kopi instan. mungkin juga karena akibatnya tidak ditengarai secara langsung, tapi dalam waktu yang lama.Orang-orang farmasi dan kedokteran mungkin perlu berbagi pengetahuan. Tapi semacam kayak begini sama aja dengan rokok sih, baru berasa ketika mengalami gangguan kesehatan.
INA     : Kalau kita bicara soal peralihan budaya konsumsi minuman, apa bisa dibilang terbentuk budaya untuk tidak peduli minuman apa yang ditelan, tapi cuma peduli minuman apa yang terasa di lidah. Misal orang yang minum capucino itu mungkin nggak karena ngerasa enak di lidah.
SB       : Bisa juga, tapi yang terasa enak ternyata juga tidak apa-apa jika diminum, ditambah citraan iklan yang membikin menarik perhatian. Sederhanaya orang akan berhenti mengonsumsi jika tubuhnya sudah menandai gejala menolak kandungan tertentu. Pengetahuan informasi saja rasanya tidak cukup untuk mengubah kebiasaan seseorang yang sudah terlanjur candu. Jikalau sudah begini, balik ke tiap orangnya saja setidaknya bagaimana dia menyiasati keseimbangan kandungan minuman instan dalam tubuhnya, misal banyak-banyak minum air putih untuk menetralkan.
INA     : Sekarang beralih ke masalah modus berkarya. Bisa diceritakan bagaimana prosesmu terhadap minuman-minuman sachet itu sampai jadi karya?
SB       : Pilihan modus berkarya nya karena aku pengen ketika karyanya jadi, itu bisa sedikit banyak membantuku untuk mengurangi minum kopi instan, atau setidak-tidaknya mengingatkan lah, maka terpikir untuk mengemas ulang kopi instan dengan menonjolkan isi kandungan komposisinya.
INA     : Cara berkarya seperti itu apa lebih efektif dibanding misalnya menuagkan gagasan yang sama lewat drawing?
SB       : Menurutku iya, karena dengan begitu, setidaknya aku jadi membaca komposisinya beragam merk kopi instan, dan tahu warna kopi aslinya karena dikemas dengan plastik bening. Kalau dibuat drawing, pikiranku tentu juga terfokus pada aspek teknis bentuk dan keindahannya, kalo begini aku tak terlalu memikirkan bentuk, yang penting aku tahu oh ini toh isi kandungannya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SAIFUL BACHRI, pedagang kaos keliling, penyuka roti yang suka menggambar di kala luang, aktif di User UGM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar