Catatan Peneliti/Seniman
Konstruksi sosial dalam mengonsumsi produk minuman industri rasanya sudah sejak lama berpaling dari penekanan minum sebagai penangkal kehausan, pemberi energi, atau singkatnya efisiensi tubuh. Penciptaan rasa-rasa produk minuman, termasuk yang terekstrak dalam minuman-minuman sachet, menggeser fungsi minum sebagai sebuah pleasure atau sebuah kenikmatan. Namun pergeseran ini belum apa-apa dibanding yang kemudian muncul seiring melimpahnya industri minuman kemasan dan perkembangan iklan visual.
Konstruksi sosial dalam mengonsumsi produk minuman industri rasanya sudah sejak lama berpaling dari penekanan minum sebagai penangkal kehausan, pemberi energi, atau singkatnya efisiensi tubuh. Penciptaan rasa-rasa produk minuman, termasuk yang terekstrak dalam minuman-minuman sachet, menggeser fungsi minum sebagai sebuah pleasure atau sebuah kenikmatan. Namun pergeseran ini belum apa-apa dibanding yang kemudian muncul seiring melimpahnya industri minuman kemasan dan perkembangan iklan visual.
Mau
tidak mau mengonsumsi minuman tidak bisa dilepaskan dari mengonsumsi identitas.
Hal ini berjalinkelindan dengan konteks ruang dan cara minuman tersebut
dikonsumsi. Mari tengok barisan anak muda yangmenenggak slurpy di sevel,
gerombolan remaja yang meniru para wisatawan luar negeri menenteng bir bintang
di tepi pantai Kuta, atau kelas menengah yang duduk menggenggam segelas kopi di
tepi kaca Starbuck. Tak peduli rasa dalam lidah atau tenggorakan, mengonsumsi
minuman tersebut adalah sebuah praktek pelik tersendiri.
Hal
menarik lain adalah konstruksi minum yang lebih dari sekedar pleasure dan
identitas. Beberapa waktu yang lalu saya sibuk mengamati bagaimana iklan-iklan
parfum menawarkan aroma (sebuah zat tanpa rupa) dalam iklan visual. Belakangan saya
turut penasaran dengan bagaimana iklan-iklan visual produk minuman
mengonstruksi aktivitas minum. Memberi makna baru dalam aktivitas minum
tersebut seolah menjadi pilihan karena sulitnya untuk memvisualkan rasa atau
wujud minuman itu sendiri yang tidak
berkarakter khusus.
Salah
satunya yang saya temukan dalam iklan sebuah produk teh Sari Wangi versi TKI.
Bercerita tentang seorang TKI yang tinggal jauh dari keluarga, iklan tersebut
ditutup dengan copy yang kira-kira berinti: ”Banyak orang yang tinggal jauh
dari keluarga, jangan-jangan sia-siakan momen Anda bersama keluarga.” Lalu
muncul produk teh tersebut dengan latar belakang aktivitas minum bersama yang
dilakukan sebuah keluarga. Apa relasi antara momen dengan keluarga dan teh? Apa
relasi aktivitas berkumpul
dan minum?
Visual
penutup iklan tersebut adalah teks “Luangkan waktu dengan keluarga, setidaknya
15 menit sehari.” Pesan ini dilengkapi pula dengan logo 15 menit a la
sari wangi. Apa yang bisa ditangkap di sini bukan sekedar isu momen berkumpul
dengan keluarga, tetapi bagaimana minum teh menjadi bagian dari momen tersebut.
Teks ini berusaha mencerminkan sekaligus mencipta sebuah kultur yakni minum teh
di tengah kumpul keluarga. Di sini
berkumpul seolah menjadi tak lengkap tanpa mengonsumsi produk minuman.
Dengan
mengcapture iklan video produk teh tersebut, karya ini berusaha untuk
mengonstruksi ulang sembari membongkar tawaran-tawaran ideologi di dalamnya. Sebuah
metode yang mencoba mencuri langkah-langkah analisis wacana dengan penyajian
data yang lebih eksperimental, sembari memancing pembacaan aktif audiens atas teks yang dianalisis.
IRHAM N. ANSHARI peneliti seni dan budaya lulusan kajian budaya dan media UGM. Pernah bekerja pada sebuah galeri seni rupa kontemporer. Pada tahun 2012, berpartisipasi dalam paralel event biennale jogja bersama kelompok Habitus Ainun.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
IRHAM N. ANSHARI peneliti seni dan budaya lulusan kajian budaya dan media UGM. Pernah bekerja pada sebuah galeri seni rupa kontemporer. Pada tahun 2012, berpartisipasi dalam paralel event biennale jogja bersama kelompok Habitus Ainun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar